Tuesday, May 24, 2016

Catatan Perjalanan “Semalam di Gili Trawangan”

       Perjalanan yang melelahkan namun sangat menyenangkan, berkesan sekaligus banyak memberikan pelajaran, memetik hikmah yang berguna bagi kehidupan selanjutnya. Perjalanan diluar dugaan. Mengapa saya sampaikan diluar dugaan? Karena keberangkatannya tanpa rencana jauh hari sebelumnya. Saya akan berbagi dengan pembaca sekalian mengenai pengalaman perjalanan saya mengikuti rangkaian kegiatan Rakernas Ikatan Guru Indonesia (IGI) ke -2 di Lombok Nusa Tenggara Barat.


Kekuatan Do’a
        Bagi saya do’a adalah kekuatan. Keyakinan yang kuat terhadap kekuatan do’a ini terjadi sudah sejak lama, ketika pertama kali saya mendapat pelajaran dari Hadist Nabi Muhammad SAW “Do’a adalah senjata orang beriman”. Dari sinilah saya selalu mengandalkan do’a untuk menghadapi semua permasalahan yang ada dalam hidup saya.
       Pada hari rabu tanggal 18 Mei 2016, saya mendapat informasi dari salah seorang guru yang sudah bergabung dengan IGI beliau adalah Bu Deltania, dari bincang-bincang kami di What’s up IGI Riau yang baru direncanakan akan dibentuk kepengurusannya di wilayah Riau. IGI Riau mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan Rakernas IGI ke-2 di Lombok Nusa tenggara Barat dari tanggal 20-22 Mei 2016. Hari rabu malam saya dapat email yang berisi proposal pengajuan dana pembiayaan kegiatan Rakernas dari Bu Delta Nia. Hanya satu halaman. Proposal itu ditujukan kepada Walikota Pekanbaru. Hari kamis pagi tanggal 19 Mei barulah saya edit proposal tersebut karena ada yang harus diperbaiki. Satu hari menjelang kegiatan rasanya kurang masuk akal untuk berharap proposal ini bisa diterima, apalagi ke pemerintah. Saya beinisiatif untuk meng-sms relasi yang memungkinkan untuk bisa membantu biaya keberangkatan saya. Sms yang saya kirim redaksinya seperti ini “ Assalaamu’alaikum ustaz, saya mohon bantuaannya untuk mengikuti Rakernas Ikatan Guru Indonesia di Lombok Nusa Tenggara Barat tanggal 20-22 Mei. Tiket pesawat jadilah ustaz. Syukron jazakallah khoir”. Sms ini saya kirim ke 7 orang. 
        Menjelang sholat zuhur belum ada balasan sms dari siapapun. Saya mencoba menghubungi orang dekat Walikota yang juga pernah menjadi ketua IGI Riau. Intinya saya minta bantuan ke Walikota untuk pembiayaan Rakernas IGI di Lombok. Namun Allah belum mengizinkan untuk itu. Antara azan dan iqomat sholat zuhur saya berdo’a “ Ya Allah saya mau ke Lombok” itu saja. Saya tidak memikirkannya lagi, apalagi berkhayal sudah ada di Lombok, sembari terus berbicara dengan diri sendiri berbisik kepada Allah “ Ya Allah, aku tidak akan mencampuri urusanMu, aku ridho apapun keputusanMu”.

        Pada saat perjalanan pulang dari sekolah, sekira jam 5 sore saya ditelfon oleh seseorang. Beliau adalah Bapak Dedi Mizwar, SMb direktur PT MCI. Beliau menanyakan mengenai acara tersebut, setelah saya jelaskan beliau mengatakan akan membantu keberangkatan saya. Saya tak henti bersyukur kepada Allah. Dari staff beliau saya dikirimkan tiket PP Pekanbaru –Lombok.

Tiba di Lombok
      Selamat datang dibandara Internasional Lombok. Tulisan itu terpampang jelas dengan tulisan besar yang bisa dibaca dari kejauhan. Syukur saya kepada Allah tanpa henti. Akhirnya Allah mengizinkan saya menginjakkan kaki di belahan bumiNya yang lain. “Katakanlah, berjalanlah kamu dipermukaan bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang sebelum kalian”. Arti dari firman Allah ini selalu terngiang ditelinga saya kemanapun saya melakukan perjalanan. Sesaat sebelum berangkat saya menelfon Ibu saya. Mendapat kabar saya berangkat ke Lombok beliau menangis haru. Dalam tangisnya beliau mengatakan “Alhamdulillah nak, itu tanah Islam”.
    Saya disambut oleh panitia yang sudah stand by di Bandara. Dari perjalanan ke penginapan yang ditempuh dalam waktu sekira 45 menit saya banyak bertanya mengenai Propinsi NTB dan menyampaikan kesan baik saya mengenai negeri ini yang saya baca dari berbagai sumber. Apa yang disampaikan oleh Ibu saya adalah benar. Di Lombok terkenal dari dulu ada kerajaan Islam Bima yang berhasil mengusir penjajah dari tanah Lombok. Sepanjang perjalanan saya melihat banyaknya bangunan mesjid sebagai simbol Islam di negeri ini, bahkan saya tak menemukan rumah ibadah umat lain dari bandara ke penginapan. Entah saya yang kurang perhatian atau bagaimana.
     Pengamatan saya ternyata tidak keliru, sesuai keterangan panitia negeri ini diberi julukan negeri seribu mesjid. Gubernur yang saat ini menjabat juga memiliki gelar yang tidak diberikan di perguruan tinggi manapun di dunia. Dr. MGH. Maha Guru Haji. Begitu penghormatan masyarakat kepada pemimpinnya sebagai pengakuan terhadap keilmuan sekaligus keagamaannya.
Rakernas IGI 2016
     Ini adalah Rakernas ke-2. Kegiatan Rakernas pertama dulu diadakan di Makasar Sulawesi selatan. Sesuai amanat Rakernas 2 ini maka kegiatan Rakernas 2021 akan diadakan di Bandung Jawa Barat. Selain kegiatan Rapat Kerja juga diadakan seminar dan workshop bagi guru-guru yang hadir di Rakernas ini. seminar Perempuan Anti Korupsi dan gerakan Literasi. Wokrshop Teknik menulis PTK, Jurnal, Best Practise serta yang paling diminati dan dinanti-nantikan oleh peserta yaitu Workshp SAGUSANOV. Satu guru satu inovasi, ini merupakan program unggulan IGI. Program ini di inisiasi oleh Bapak M. Kholiq, M.kom seorang guru SMK di Pasuruan Jawa Timur yang juga anggota IGI Jawa timur.
      Di ruangan yang berbeda pengurus pusat dan wilayah sibuk dengan rapat komisi sampai rapat pleno, hebatnya di IGI adalah tidak perlu banyak program, yang penting adalah, program sedikit namun pelaksanaannya maksimal. Maka IGI menetapkan program Literasi, Sagusanov dan Satu juta Anggota IGI untuk lima tahun kedepan harus terlaksana secara maksimal. Salut bagi kawan-kawan IGI.
Semalam di Gili Trawangan
      Penutup dari rangkaian ini adalah touring yang sudah diagendakan oleh rekan-rekan panitia. Salah satu destinasi wisata yang mendunia yang ada di Lombok adalah Pulau Gili Trawangan. Perjalan dari Mataram ke Gili trawangan ditempuh melalui darat dan laut. Sekitar 45 menit perjalanan darat dan 25 menit perjalanan laut. Menjelang sore rombongan peserta Rakernas IGI sudah sampai di pulau Gili Trawangan. Sesuai dengan run down kegiatan kita akan menginap di pulau ini.
     Sungguh luar biasa ciptaan Allah SWT yang ada di pulau ini, dengan pasir pantai berwarna putih, air laut yang jernih tempat ini menjadi pilihan tepat bagi para wisatawan. Panitia menyampaikan pulau ini merupakan destasi wisata nomor 2 setelah kuta Bali. Wisatawan asing sangat mendominasi di pulau ini. sebelum ke pulau Gili trawangan, panitia sudah mewanti-wanti agar tidak ada dari rombongan yang sampai nabrak tembok karena terpesona melihat bule-bule yang memakai busana ala kadarnya itu. Sambil disambung tawa oleh peserta.              
    Sesampainya di pulau ini saya ingin mendapat informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber penduduk asli disini. Bagi saya ini bukan sekedar jalan-jalan dan mengisi kegiatan dengan refresing, duduk-duduk di pinggir pantai menikmati sunset, mandi dilaut, snorkling dan kegiatan lain yang lumrah dilakukan di pulau ini sebagai hiburan. Yang menjadi nara sumber saya adalah seorang gaet kami yang bernama Nadia dan seorang tokoh masyarakat yaitu HM. Arsan, Nadia merupakan penduduk asli pulau ini, walau pada usia 9 tahun dibawa pindah oleh orangtua angkatnya ke Australia dan kembali lagi setelah berumur 19 tahun. Nadia termasuk beruntung, karena mendapatkan jodoh orang Australia dan mau memeluk Islam. Dari hasil pernikahan itu mereka dikarunia Allah 2 orang anak. Satu laki-laki dan satu perempuan. Nadia bercerita banyak tentang keluarganya. Mungkin cerita tentang keluarga Nadia saya tulis lain dikesempatan.
     Menurut cerita Nadia pulau Gili ditempati oleh berbagai suku, namun suku sasak yang merupakan suku asli Lombok merupakan suku dominan yang menempati pulau ini. Nadia sendiri bersuku sasak. Bahasa asli Lombok masih mereka pakai walau dalam kesehariannya mereka juga bisa berbahasa inggris. Ketika saya tanyakan darimana belajar bahasa inggris dia menjawab belajar dari lingkungan, bahkan ada teman nadia yang bernama tono merasa kesulitan pada mula dia menggunakan bahasa inggris, namun karena keadaan yang memaksa dia harus berbahasa inggris akhirnya dia bisa dan mengerti bahasa inggris. Terkadang orang bule yang berkomunikasi dengan pekerja di penginapan mengajarkan bahasa inggris yang benar jika ada kesalahan dalam penggunaan bahasanya, sambil tertawa bule itu meluruskan bahasa mereka.
     HM Arsan. Beliau anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara. Beliau penduduk Asli pulau ini. selain sebagai anggota dewan beliau juga pengusaha hotel. Menurut informasi dari beliau penduduk di pulau ini 417 KK. Pulau ini termasuk bagian dari kecamatan pemenang. Ada tiga gugusan pulau di kecamatan pemenang. Yaitu gili mane’, gili air dan gili trawangan. Namun yang banyak wisatawannya adalah gili trawangan. Berdasarkan struktur pemerintahannya gili trawangan merupakan dusun. Ada dusun yang berkelas internasinal. Hebat ya.
     Selama pengamatan saya di pulau yang kecil ini, saya menyampaikan beberapa pertanyaan kepada beliau. Dari pertama datang, saya perhatikan binatang yang ada di sini, saya tidak menemukan satu ekorpun anjing. Kedua nara sumber saya menyampaikan dari sisi yang berbeda, Pak HM Arsan mengatakan bahwa memang dari pertama pulau ini dibuka sampai sekarang, binatang yang tidak bisa hidup disini adalah anjing. Walau sudah ada yang pernah mencoba memeliharanya, namun tidak ada yang berumur lama, paling lama 3 bulan, tanpa sakit dan tanpa sebab apa-apa,  anjing itu mati. Beliau menuturkan secara ilmiah pernah dibuktikan oleh seorang ilmuwan dari francis yang pernah melancong ke pulau ini. hasil penelitiannya membuktikan ada gas beracun dari gunung rinjani yang ada di Lombok yang tak cocok untuk Anjing. Penduduk disini juga menamakan pulau ini dengan pulau kucing. Karena binatang kucing sebagai lawan anjing dalam dongeng.  kuda, kambing, ayam merupakan binatang piaraan masyarakat disini.
      Dari sudut pandang kepercayaan masyarakat dikaitkan dengan leluhur yang merintis pulau ini, dulu pernah hidup seorang syaikh utusan wali songo untuk berdakwah dipulau ini. mereka tak satupun yang memelihara anjing. Ketika dakwah Islam telah massif datanglah pasukan hindu dari bali yang coba menyerang untuk kemudian berkuasa di pulau ini. berkat perjuangan masyarakat akhirnya pasukan hindu berhasil dipukul mundur. Sampai sekarang anjing memang tidak pernah hidup di pulau ini, boleh jadi, menurut beliau ada do’a dari syaikh untuk menjaga pulau ini dari hal hal seperti itu. Wallahu a’lam.
     Saya juga kagum dengan keramahan dan hormat serta jaminan kemanan bagi pengunjung dari masyarakat asli disini. Menurut saya ini adalah tempat paling aman, karena ketika saya lihat barang-barang milik siapapun ada di tempat terbuka namun tidak ada yang hilang, saya coba pastikan kepada mereka tentang ini, ternyata perkiraan saya tepat. Namun sebagai manusia yang hati-hati kita harus tetap waspada, karena apapun bisa terjadi diluar apa yang kita bayangkan. 
      Malam itu saya tidak bisa tidur. Saya betul-betul ingin memanfaatkan momen ini. kami terus bercerita. Biasanya pada bulan juni dan juli pulau ini semakin padat pengunjung. Harga-harga penginapan pun menyesuaikan. Saya sempat meminta nomor handphone pemilik home stay tempat kami menginap jika sewaktu-waktu ada kesempatan lagi berkunjung ke sini. Makanan di tempat ini sungguh membuat kita puas, hampir semua lauk pauknya adalah hasil olahan dari laut, setiap malam ada pasar seni yang disitu dijual berbagai masakan olahan seafood. Tinggal kita pegang saku aja, kalau tebal dan isinya duit maju teus, namun kalau tebal isinya Koran tahan dulu. Siap-siap menelan air liur. Hehe…
      Sebagai penutup dari catatan perjalanan ini akan saya sampaikan mengenai pendidikan di pulau ini. bagi saya pendidikan itu merupakan jantung untuk kehidupan masyarakat. Mulanya saya tidak melihat ada bangunan sekolah di pulau ini, walau setelah saya berkeliling naik sepeda yang saya rental rp. 50 ribu selama satu hari. Hampir semua yang sudah ada bangunannya saya kunjungi, karena pulau ini tidak begitu luas. Penasaran saya ini saya coba sampaikan ke Nadia dan pak HM Arsan. Ternyata di situ ada sekolah mulai TK-SMK, untuk TK semuanya Swasta, sedangkan SD dan SMP Negeri. Penduduk dari pulau Gili mane’dan gili air juga bersekolah ke pulau gili trawangan, sehingga muridnya ramai. Awalnya saya berbisik kepada teman, kok ditempat ini tidak saya jumpai sekolah? Jangan-jangan masyarakat disini tidak butuh sekolah karena dari kecil mereka sudah terbiasa berbisnis, mulai dari menjadi gaet untuk turis sampai bekerja di café, restoran, bar, hotel dan penginapan juga di traveling nya. Teman saya juga mengaminkan.
      SMA dan sederajat yang ada disini adalah SMK Pariwisata. Itupun swasta. Alasannya menurut pak Arsan adalah karena melihat potensi daerah sebagai daerah kunjungan wisata, jadi lembaga pendidikan yang cocok adalah SMK. Jika anak-anak disini mau melanjutkan ke SMA dan kuliah mereka harus merantau ke daerah ibukota propinsi. Juga ke sekolah-sekolah lain. Jadi anak-anak disini dpersiapkan untuk langsung bekerja di bidang pasiwisata. Satu sisi memang sangat bagus, karena akan memberikan solusi dan menghindari pengangguran, namun disisi lain menurut saya merupakan ancaman bagi keberlangsungan eksistensi penduduk Asli karena mereka hanya disiapkan untuk menjadi pekerja kasar, bukan penentu kebijakan menjadi pemimpin dan tuan dinegeri sendiri, sementara menurut Pak Arsan tanah yang ada dipulau ini sebagian sudah ada yang dimiliki oleh warga Negara asing dan sebagian lain juga mereka sewa untuk pusat bisnis pariwisata mereka. Lima atau sepuluh atau dua puluh tahun kedepan kita khawatir pulau ini sudah menjadi dominansi warga asing, tinggallah masyarakat Asli menjadi pekerja bagi mereka yang punya cerita masa lalu ke anak cucu mereka bahwa dulu tanah ini adalah milik kita.
Note: semoga bermanfaat. Ucapan terima kasih kepada sponsor IGI PT MCI, Bapak Dedi Mizwar dan Taufik Algeri serta Ir. H. Masnyur Anggota Fraksi PKS DPRD Prop. Riau.


Syafri Maltos, S.Pd., M.Pd.
Kepala SMA-IT Abdurrab
IGI Riau



No comments:

Post a Comment

Designed ByBlogger Templates