Perjalanan
yang melelahkan namun sangat menyenangkan, berkesan sekaligus banyak memberikan
pelajaran, memetik hikmah yang berguna bagi kehidupan selanjutnya. Perjalanan
diluar dugaan. Mengapa saya sampaikan diluar dugaan? Karena keberangkatannya
tanpa rencana jauh hari sebelumnya. Saya akan berbagi dengan pembaca sekalian
mengenai pengalaman perjalanan saya mengikuti rangkaian kegiatan Rakernas
Ikatan Guru Indonesia (IGI) ke -2 di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Bagi saya do’a adalah kekuatan.
Keyakinan yang kuat terhadap kekuatan do’a ini terjadi sudah sejak lama, ketika
pertama kali saya mendapat pelajaran dari Hadist Nabi Muhammad SAW “Do’a
adalah senjata orang beriman”. Dari sinilah saya selalu mengandalkan do’a
untuk menghadapi semua permasalahan yang ada dalam hidup saya.
Pada
hari rabu tanggal 18 Mei 2016, saya mendapat informasi dari salah seorang guru
yang sudah bergabung dengan IGI beliau adalah Bu Deltania, dari bincang-bincang
kami di What’s up IGI Riau yang baru direncanakan akan dibentuk kepengurusannya
di wilayah Riau. IGI Riau mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan Rakernas
IGI ke-2 di Lombok Nusa tenggara Barat dari tanggal 20-22 Mei 2016. Hari rabu
malam saya dapat email yang berisi proposal pengajuan dana pembiayaan kegiatan
Rakernas dari Bu Delta Nia. Hanya satu halaman. Proposal itu ditujukan kepada
Walikota Pekanbaru. Hari kamis pagi tanggal 19 Mei barulah saya edit proposal
tersebut karena ada yang harus diperbaiki. Satu hari menjelang kegiatan rasanya
kurang masuk akal untuk berharap proposal ini bisa diterima, apalagi ke
pemerintah. Saya beinisiatif untuk meng-sms relasi yang memungkinkan untuk bisa
membantu biaya keberangkatan saya. Sms yang saya kirim redaksinya seperti ini “
Assalaamu’alaikum ustaz, saya mohon bantuaannya untuk mengikuti Rakernas Ikatan
Guru Indonesia di Lombok Nusa Tenggara Barat tanggal 20-22 Mei. Tiket pesawat
jadilah ustaz. Syukron jazakallah khoir”. Sms ini saya kirim ke 7 orang.
Menjelang sholat zuhur belum ada
balasan sms dari siapapun. Saya mencoba menghubungi orang dekat Walikota yang
juga pernah menjadi ketua IGI Riau. Intinya saya minta bantuan ke Walikota
untuk pembiayaan Rakernas IGI di Lombok. Namun Allah belum mengizinkan untuk
itu. Antara azan dan iqomat sholat zuhur saya berdo’a “ Ya Allah saya mau ke
Lombok” itu saja. Saya tidak memikirkannya lagi, apalagi berkhayal sudah
ada di Lombok, sembari terus berbicara dengan diri sendiri berbisik kepada
Allah “ Ya Allah, aku tidak akan mencampuri urusanMu, aku ridho apapun
keputusanMu”.
Pada saat perjalanan pulang dari
sekolah, sekira jam 5 sore saya ditelfon oleh seseorang. Beliau adalah Bapak
Dedi Mizwar, SMb direktur PT MCI. Beliau menanyakan mengenai acara tersebut,
setelah saya jelaskan beliau mengatakan akan membantu keberangkatan saya. Saya
tak henti bersyukur kepada Allah. Dari staff beliau saya dikirimkan tiket PP
Pekanbaru –Lombok.
Tiba di Lombok
Selamat
datang dibandara Internasional Lombok. Tulisan itu terpampang jelas dengan
tulisan besar yang bisa dibaca dari kejauhan. Syukur saya kepada Allah tanpa
henti. Akhirnya Allah mengizinkan saya menginjakkan kaki di belahan bumiNya
yang lain. “Katakanlah, berjalanlah kamu dipermukaan bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang sebelum kalian”. Arti dari firman Allah ini
selalu terngiang ditelinga saya kemanapun saya melakukan perjalanan. Sesaat
sebelum berangkat saya menelfon Ibu saya. Mendapat kabar saya berangkat ke
Lombok beliau menangis haru. Dalam tangisnya beliau mengatakan “Alhamdulillah
nak, itu tanah Islam”.
Saya
disambut oleh panitia yang sudah stand by di Bandara. Dari perjalanan ke
penginapan yang ditempuh dalam waktu sekira 45 menit saya banyak bertanya
mengenai Propinsi NTB dan menyampaikan kesan baik saya mengenai negeri ini yang
saya baca dari berbagai sumber. Apa yang disampaikan oleh Ibu saya adalah
benar. Di Lombok terkenal dari dulu ada kerajaan Islam Bima yang berhasil
mengusir penjajah dari tanah Lombok. Sepanjang perjalanan saya melihat banyaknya
bangunan mesjid sebagai simbol Islam di negeri ini, bahkan saya tak menemukan
rumah ibadah umat lain dari bandara ke penginapan. Entah saya yang kurang
perhatian atau bagaimana.
Pengamatan
saya ternyata tidak keliru, sesuai keterangan panitia negeri ini diberi julukan
negeri seribu mesjid. Gubernur yang saat ini menjabat juga memiliki gelar yang
tidak diberikan di perguruan tinggi manapun di dunia. Dr. MGH. Maha Guru Haji.
Begitu penghormatan masyarakat kepada pemimpinnya sebagai pengakuan terhadap
keilmuan sekaligus keagamaannya.
Rakernas IGI 2016
Ini
adalah Rakernas ke-2. Kegiatan Rakernas pertama dulu diadakan di Makasar
Sulawesi selatan. Sesuai amanat Rakernas 2 ini maka kegiatan Rakernas 2021 akan
diadakan di Bandung Jawa Barat. Selain kegiatan Rapat Kerja juga diadakan
seminar dan workshop bagi guru-guru yang hadir di Rakernas ini. seminar
Perempuan Anti Korupsi dan gerakan Literasi. Wokrshop Teknik menulis PTK,
Jurnal, Best Practise serta yang paling diminati dan dinanti-nantikan oleh
peserta yaitu Workshp SAGUSANOV. Satu guru satu inovasi, ini merupakan program
unggulan IGI. Program ini di inisiasi oleh Bapak M. Kholiq, M.kom seorang guru
SMK di Pasuruan Jawa Timur yang juga anggota IGI Jawa timur.
Di
ruangan yang berbeda pengurus pusat dan wilayah sibuk dengan rapat komisi
sampai rapat pleno, hebatnya di IGI adalah tidak perlu banyak program, yang
penting adalah, program sedikit namun pelaksanaannya maksimal. Maka IGI
menetapkan program Literasi, Sagusanov dan Satu juta Anggota IGI untuk lima
tahun kedepan harus terlaksana secara maksimal. Salut bagi kawan-kawan IGI.
Semalam di Gili Trawangan
Penutup dari rangkaian ini adalah
touring yang sudah diagendakan oleh rekan-rekan panitia. Salah satu destinasi
wisata yang mendunia yang ada di Lombok adalah Pulau Gili Trawangan. Perjalan
dari Mataram ke Gili trawangan ditempuh melalui darat dan laut. Sekitar 45
menit perjalanan darat dan 25 menit perjalanan laut. Menjelang sore rombongan
peserta Rakernas IGI sudah sampai di pulau Gili Trawangan. Sesuai dengan run
down kegiatan kita akan menginap di pulau ini.
Sungguh
luar biasa ciptaan Allah SWT yang ada di pulau ini, dengan pasir pantai
berwarna putih, air laut yang jernih tempat ini menjadi pilihan tepat bagi para
wisatawan. Panitia menyampaikan pulau ini merupakan destasi wisata nomor 2
setelah kuta Bali. Wisatawan asing sangat mendominasi di pulau ini. sebelum ke
pulau Gili trawangan, panitia sudah mewanti-wanti agar tidak ada dari rombongan
yang sampai nabrak tembok karena terpesona melihat bule-bule yang
memakai busana ala kadarnya itu. Sambil disambung tawa oleh peserta.
Sesampainya
di pulau ini saya ingin mendapat informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber
penduduk asli disini. Bagi saya ini bukan sekedar jalan-jalan dan mengisi
kegiatan dengan refresing, duduk-duduk di pinggir pantai menikmati sunset,
mandi dilaut, snorkling dan kegiatan lain yang lumrah dilakukan di pulau ini
sebagai hiburan. Yang menjadi nara sumber saya adalah seorang gaet kami yang
bernama Nadia dan seorang tokoh masyarakat yaitu HM. Arsan, Nadia merupakan
penduduk asli pulau ini, walau pada usia 9 tahun dibawa pindah oleh orangtua
angkatnya ke Australia dan kembali lagi setelah berumur 19 tahun. Nadia
termasuk beruntung, karena mendapatkan jodoh orang Australia dan mau memeluk
Islam. Dari hasil pernikahan itu mereka dikarunia Allah 2 orang anak. Satu
laki-laki dan satu perempuan. Nadia bercerita banyak tentang keluarganya.
Mungkin cerita tentang keluarga Nadia saya tulis lain dikesempatan.
Menurut
cerita Nadia pulau Gili ditempati oleh berbagai suku, namun suku sasak yang
merupakan suku asli Lombok merupakan suku dominan yang menempati pulau ini.
Nadia sendiri bersuku sasak. Bahasa asli Lombok masih mereka pakai walau dalam
kesehariannya mereka juga bisa berbahasa inggris. Ketika saya tanyakan darimana
belajar bahasa inggris dia menjawab belajar dari lingkungan, bahkan ada teman
nadia yang bernama tono merasa kesulitan pada mula dia menggunakan bahasa
inggris, namun karena keadaan yang memaksa dia harus berbahasa inggris akhirnya
dia bisa dan mengerti bahasa inggris. Terkadang orang bule yang berkomunikasi
dengan pekerja di penginapan mengajarkan bahasa inggris yang benar jika ada
kesalahan dalam penggunaan bahasanya, sambil tertawa bule itu meluruskan bahasa
mereka.
HM
Arsan. Beliau anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara. Beliau penduduk Asli pulau
ini. selain sebagai anggota dewan beliau juga pengusaha hotel. Menurut
informasi dari beliau penduduk di pulau ini 417 KK. Pulau ini termasuk bagian dari
kecamatan pemenang. Ada tiga gugusan pulau di kecamatan pemenang. Yaitu gili
mane’, gili air dan gili trawangan. Namun yang banyak wisatawannya adalah gili
trawangan. Berdasarkan struktur pemerintahannya gili trawangan merupakan dusun.
Ada dusun yang berkelas internasinal. Hebat ya.
Selama
pengamatan saya di pulau yang kecil ini, saya menyampaikan beberapa pertanyaan
kepada beliau. Dari pertama datang, saya perhatikan binatang yang ada di sini,
saya tidak menemukan satu ekorpun anjing. Kedua nara sumber saya menyampaikan
dari sisi yang berbeda, Pak HM Arsan mengatakan bahwa memang dari pertama pulau
ini dibuka sampai sekarang, binatang yang tidak bisa hidup disini adalah
anjing. Walau sudah ada yang pernah mencoba memeliharanya, namun tidak ada yang
berumur lama, paling lama 3 bulan, tanpa sakit dan tanpa sebab apa-apa, anjing itu mati. Beliau menuturkan secara
ilmiah pernah dibuktikan oleh seorang ilmuwan dari francis yang pernah melancong
ke pulau ini. hasil penelitiannya membuktikan ada gas beracun dari gunung
rinjani yang ada di Lombok yang tak cocok untuk Anjing. Penduduk disini juga
menamakan pulau ini dengan pulau kucing. Karena binatang kucing sebagai lawan
anjing dalam dongeng. kuda, kambing,
ayam merupakan binatang piaraan masyarakat disini.
Dari
sudut pandang kepercayaan masyarakat dikaitkan dengan leluhur yang merintis
pulau ini, dulu pernah hidup seorang syaikh utusan wali songo untuk berdakwah
dipulau ini. mereka tak satupun yang memelihara anjing. Ketika dakwah Islam
telah massif datanglah pasukan hindu dari bali yang coba menyerang untuk
kemudian berkuasa di pulau ini. berkat perjuangan masyarakat akhirnya pasukan
hindu berhasil dipukul mundur. Sampai sekarang anjing memang tidak pernah hidup
di pulau ini, boleh jadi, menurut beliau ada do’a dari syaikh untuk menjaga
pulau ini dari hal hal seperti itu. Wallahu a’lam.
Saya
juga kagum dengan keramahan dan hormat serta jaminan kemanan bagi pengunjung
dari masyarakat asli disini. Menurut saya ini adalah tempat paling aman, karena
ketika saya lihat barang-barang milik siapapun ada di tempat terbuka namun
tidak ada yang hilang, saya coba pastikan kepada mereka tentang ini, ternyata
perkiraan saya tepat. Namun sebagai manusia yang hati-hati kita harus tetap
waspada, karena apapun bisa terjadi diluar apa yang kita bayangkan.
Malam
itu saya tidak bisa tidur. Saya betul-betul ingin memanfaatkan momen ini. kami
terus bercerita. Biasanya pada bulan juni dan juli pulau ini semakin padat
pengunjung. Harga-harga penginapan pun menyesuaikan. Saya sempat meminta nomor
handphone pemilik home stay tempat kami menginap jika sewaktu-waktu ada
kesempatan lagi berkunjung ke sini. Makanan di tempat ini sungguh membuat kita
puas, hampir semua lauk pauknya adalah hasil olahan dari laut, setiap malam ada
pasar seni yang disitu dijual berbagai masakan olahan seafood. Tinggal kita
pegang saku aja, kalau tebal dan isinya duit maju teus, namun kalau tebal
isinya Koran tahan dulu. Siap-siap menelan air liur. Hehe…
Sebagai
penutup dari catatan perjalanan ini akan saya sampaikan mengenai pendidikan di
pulau ini. bagi saya pendidikan itu merupakan jantung untuk kehidupan
masyarakat. Mulanya saya tidak melihat ada bangunan sekolah di pulau ini, walau
setelah saya berkeliling naik sepeda yang saya rental rp. 50 ribu selama satu
hari. Hampir semua yang sudah ada bangunannya saya kunjungi, karena pulau ini
tidak begitu luas. Penasaran saya ini saya coba sampaikan ke Nadia dan pak HM
Arsan. Ternyata di situ ada sekolah mulai TK-SMK, untuk TK semuanya Swasta,
sedangkan SD dan SMP Negeri. Penduduk dari pulau Gili mane’dan gili air juga
bersekolah ke pulau gili trawangan, sehingga muridnya ramai. Awalnya saya
berbisik kepada teman, kok ditempat ini tidak saya jumpai sekolah?
Jangan-jangan masyarakat disini tidak butuh sekolah karena dari kecil mereka
sudah terbiasa berbisnis, mulai dari menjadi gaet untuk turis sampai bekerja di
café, restoran, bar, hotel dan penginapan juga di traveling nya. Teman saya
juga mengaminkan.
SMA
dan sederajat yang ada disini adalah SMK Pariwisata. Itupun swasta. Alasannya
menurut pak Arsan adalah karena melihat potensi daerah sebagai daerah kunjungan
wisata, jadi lembaga pendidikan yang cocok adalah SMK. Jika anak-anak disini
mau melanjutkan ke SMA dan kuliah mereka harus merantau ke daerah ibukota
propinsi. Juga ke sekolah-sekolah lain. Jadi anak-anak disini dpersiapkan untuk
langsung bekerja di bidang pasiwisata. Satu sisi memang sangat bagus, karena
akan memberikan solusi dan menghindari pengangguran, namun disisi lain menurut
saya merupakan ancaman bagi keberlangsungan eksistensi penduduk Asli karena
mereka hanya disiapkan untuk menjadi pekerja kasar, bukan penentu kebijakan
menjadi pemimpin dan tuan dinegeri sendiri, sementara menurut Pak Arsan tanah
yang ada dipulau ini sebagian sudah ada yang dimiliki oleh warga Negara asing
dan sebagian lain juga mereka sewa untuk pusat bisnis pariwisata mereka. Lima
atau sepuluh atau dua puluh tahun kedepan kita khawatir pulau ini sudah menjadi
dominansi warga asing, tinggallah masyarakat Asli menjadi pekerja bagi mereka
yang punya cerita masa lalu ke anak cucu mereka bahwa dulu tanah ini adalah
milik kita.
Note: semoga bermanfaat. Ucapan
terima kasih kepada sponsor IGI PT MCI, Bapak Dedi Mizwar dan Taufik Algeri
serta Ir. H. Masnyur Anggota Fraksi PKS DPRD Prop. Riau.
Syafri Maltos, S.Pd., M.Pd.
Kepala SMA-IT Abdurrab
IGI Riau